Selamat Datang di Website Resmi PT. Jasa Lingkungan Indonesia Hubungi Kami
Tampilkan postingan dengan label top. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label top. Tampilkan semua postingan
Foto: Illustrasi
Program pengembangan kota hijau bertujuan untuk meningkatkan kualitas ruang kota agar terjamin keberlanjutannya, sekaligus responsif terhadap perubahan iklim. inisitif ini dapat diletakkan dalam konteks implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota / Kabupaten serta peningkatan peran aktif dan kemitraan antar para pemangku kepentingan pada aras atau tingkat lokal. Pada tahap inisiasi ini, program ini difokuskan pada tiga atribut yaitu pertama, perencanaan dan pencanangan kota yang ramah lingkungan. Kedua, perwujudan ruang terbuka hijau 30 persen, dan ketiga, peningkatan peran masyarakat melalui komunitas hijau. Pada tahun-tahun mendatang, pemerintah kota / kabupaten diharapkan akan dapat lebih memperluas cakupan perwujudan kota hijau melalui implementasi  atribut kota hijau lain secara lebih komprehensif dan inklusif.

 GREEN PLANNING AND DESIGN  Kota  Banda Aceh terdiri dari:

  1. RTRW 2009-2029 Kota Banda Aceh mengadopsi prinsip perencanaan kota hijau dan menjaga karakter kota.
  2. Dokumen perencanaan untuk: Kawasan wisata Ulee Lheue, RTBL Pusat Kota Baru dan Ulee Kareng, Banda Aceh Water Front City, Rencana Aksi Kota Hijau 2013-2017
  3. Rusunawa di dekat pusat kota di Keudah dan asrama mahasiswa di dekat sekolah dan universitas.   

Foto: VISI Green CityBanda Aceh

Kota hijau dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan, dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan. Kota hijau menerapkan dalam praktik nyata prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, baik secara ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan secara terintegrasi.
   
Kota hijau sendiri dapat dikenali antara lain delapan atribut, yakni perencanaan dan perancangan kota ramah lingkungan, ketersediaan ruang terbuka hijau yang memadai, konsumsi energi yang efesien, pengelolaan air yang efektif, pengelolaan limbah yang baik. Selanjutnya, bangunan yang hemat energi atau bangunan hijau, penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan, dan peningkatan peran masyarakat sebagai komunitas hijau.
   
UU 26 / 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) telah mensyaratkan setiap kota untuk menyediakan ruang terbuka hijau minimal sebesar 30 persen dari luas wilayah kota, dengan rincian ruang terbuka hijau publik 20 persen dan ruang terbuka hijau privat 10 persen. "Ketentuan preskriptif mengenai ruang terbuka hijau tersebut harus secara eksplisit termuat dalam setiap Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTTW). 

Selain persyaratan kompetensi yang ditunjukkan oleh sertifikat kompetensi Auditor Lingkungan Hidup, seorang Auditor hendaknya memiliki dan mampu memperagakan seperangkat atribut personal berikut dalam melaksanakan proses audit:
  • Beretika (ethical); adil, jujur, mengungkapkan kebenaran, dan bijaksana
  • Berpikiran terbuka (open minded); bijak dalam mempertimbangkan ide atau pendapat alternatif
  • Diplomatis (diplomatic); bijak dalam berkomunikasi dan berhadapan dengan orang lain
  • Pemerhati keadaan sekitar (observant); selalu aktif memperhatikan kegiatan dan kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya
  • Cerdas (perceptive); peduli dan mampu memahami berbagai situasi
  •  Luwes (versatile); mampu beradaptasi pada berbagai situasi yang berbeda
  • Gigih (tenacious); memiliki kegigihan & berfokus untuk mencapai tujuan
  • Tegas (decisive); mampu menyimpulkan sesuatu dengan cepat berdasarkan alasan dan analisa yang logisv 
  • Percaya diri (self reliant); mampu bertindak dan bekerja secara mandiri sekaligus berinteraksi secara efektif dengan yang lainnya
Foto: Illustrasi

Dalam menjalankan profesinya, seorang Auditor hendaknya menerapkan dan memelihara etika profesi Auditor sebagai berikut:
  1. Cerdas, jujur, objektif dalam setiap menjalankan tugas pekerjaan. Tidak memuat pernyataan dalam laporan audit yang dipercaya tidak benar atau menyesatkan yang disebabkan oleh kurangnya informasi.
  2. Jika menjumpai kegiatan Auditi yang melanggar hukum (ilegal) atau berpotensi bahaya hendaknya segera menginformasikan kepada wakil Auditi, dan kegiatan tersebut diberikan perhatian khusus, dan pemberitahuan tersebut harus dilakukan secara tertulis.
  3. Tidak membuka rahasia hasil audit atau informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari Klien, kecuali bila dipersyaratkan dan ditentukan oleh hukum.
  4. Tidak melaksanakan kontrak atau tugas yang diketahui diluar kemampuan dan kapabilitas profesionalnya.
  5. Tidak menerima apapun dan berapapun nilainya dari pihak-pihak yang dapat menyebabkan keberpihakan atau diasumsikan akan mempengaruhi keberpihakan penilaian profesionalnya.
  6. Informasi dari Auditi, Klien atau organisasi lainnya tidak akan digunakan tanpa melakukan verifikasi dan validasi.
  7. Seluruh proses audit akan dilaksanakan sesuai dengan standar dan acuan yang berlaku.
  8. Akan memelihara rekaman (log sheet) dari seluruh pekerjaan audit yang dilakukan dan pelatihan yang diikuti.
  9. Akan selalu terus menerus berupaya meningkatkan kemampuan, efektifi tas, dan mutu dari jasa profesionalnya.
  10. Tidak akan berpartisipasi dalam audit yang tidak mampu dilakukan karena tidak fasih dalam bahasa yang disepakati dalam audit.
Perusahaan Kami Telah terbukti berpengalaman dalam Audit Lingkungan Hidup, dan jenis Dokumen lingkungan lainnya jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:



  1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
  2. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
  3. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan.
  4. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
  5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Adapun jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada di atas tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan dapat di uduh di bawah ini. 

Untuk menentukan rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud diatas , pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini yang dapat anda unduh (download) di website ini. 

Terhadap hasil penapisan sebagaimana dimaksud diatas, instansi lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota menelaah dan menentukan wajib tidaknya rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki Amdal.



Perusahaan Kami Telah terbukti berpengalaman dalam mendapatkan izin lingkungan, menyusun UKL-UPL, AMDAL dan jenis Dokumen lingkungan lainnya jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, pelaku usaha wajib mengurus suatu dokumen yang disebut dengan Izin Lingkungan dengan melampirkan surat keputusan kelayakan lingkungan, yang merupakan hasil evaluasi terhadap dokumen AMDAL, dan dokumen lainnya. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, mewajibkan setiap usaha yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL diharuskan pula memiliki Izin Lingkungan. 
Foto:illustrasi
Pada peraturan sebelumnya yaitu PP No. 27 tahun 1999 tentang Amdal belum dikenal nomenklatur izin lingkungan, yang ada adalah surat keputusan kelayakan lingkungan (SKKL). SKKL inilah yang dulunya dijadikan pegangan untuk pengurusan perizinan lainnya sebelum suatu kegiatan usaha melakukan operasinya. Adanya keharusan pengurusan izin lingkungan ini oleh sebagian pelaku usaha dirasakan justru memperpanjang birokrasi lingkungan. Namun menurut birokrat justru izin lingkungan memperkuat pijakan hukum suatu kegiatan usaha dari sudut pandang lingkungan. Perpanjangan birokrasi lingkungan ini didasari pada kenyataan bahwa: 1) Pengurusan izin lingkungan harus disertai dengan SKKL Amdal atau surat persetujuan UKL-UPL, 2) Pemahaman yang belum seragam tentang mekanisme izin lingkungan di tingkat Badan Lingkungan Hidup Daerah, 3) Adanya pernyataan dalam pasal 52 yakni ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan izin lingkungan diatur dengan peraturan menteri. 4) Izin lingkungan dijadikan sebagai ladang “sapi perahan” baru yang dibebankan kepada pelaku usaha. Terminologi izin lingkungan dimaknai berbeda dengan surat kelayakan lingkungan. Di daerah perizinan menjadi domainnya BPPT (Badan Pelayanan Perizinan Terpadu). Perizinan biasanya harus dilandasi oleh Peraturan Daerah (Perda), sebelum bisa dilaksanakan.

Oleh karena itu, banyak daerah yang belum menerapkan izin lingkungan, karena menunggu adanya Perda dan menunggu adanya penjabaran dari tata cara penerbitan izin lingkungan sebagaimana diamanahkan oleh pasal 52 (PP No 27 tahun 2012). Permohonan izin lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab kegiatan selaku pemrakarsa (proponent) kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Permohonan izin lingkungan disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-UPL.

Permohonan izin lingkungan harus dilengkapi dengan:
  1. Dokumen Amdal (berikut SKKL) atau formulir UKL-UPL (berikut Surat Persetujuan).
  2. Rincian rencana kegiatan.
  3. Matriks RKL-RPL atau matriks UKL-UPL.
  4. Daftar jenis izin pengelolaan lingkungan yang sudah dimiliki ataupun yang akan diurus.
  5. Dokumen pendirian usaha.
  6. Profil usaha.
Permohonan izin lingkungan wajib diumumkan melalui multimedia dan papan pengumuman di lokasi usaha paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL atau UKL-UPL yang diajukan dinyatakan lengkap secara administrasi.

Masyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap pengumuman dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan.

Saran, pendapat, dan tanggapan dapat disampaikan melalui wakil masyarakat yang terkena dampak atau organisasi masyarakat yang menjadi anggota Komisi Penilai Amdal.

Pada proses penerbitan izin lingkungan, masyarakat kembali diberi ruang untuk memberikan masukan, selain pada saat pembahasan dokumen Amdal. Hal ini bagus jika ditinjau dari sisi keterbukaan informasi dari adanya suatu rencana kegiatan.

Penerbitan izin lingkungan di tingkat pusat (KLH) sekarang ini sudah berjalan sebagaimana mekanisme yang diatur dalam PP No 27 tahun 2012. Namun penerapan izin lingkungan di tingkat daerah sangat berbeda. Ada daerah yang memberikan kelonggaran bahwa walaupun belum ada izin lingkungan, namun pelaku usaha sudah diperkenankan melakukan kegiatan usahanya.

Disisi lain, para aparat penegak hukum di daerah menginterpretasikan bahwa izin lingkungan adalah harga mati, artinya pelaku usaha belum boleh melakukan kegiatan usahanya jika belum mengantongi izin lingkungan. Kesenjangan ini perlu dicarikan jalan keluarnya oleh KLH, mengingat hal ini akan membuat para pelaku usaha di daerah menjadi ambigu. Dengan spirit ingin menepis bahwa izin lingkungan justru memperpanjang birokrasi lingkungan, maka permasalahan penerapan izin lingkungan di daerah ini harus menjadi perhatian utama KLH, sehingga ada kepastian hukum bagi para pelaku usaha.

DOWNLOAD PERMENLH NO. 27 TAHUN 2012


Perusahaan Kami Telah terbukti berpengalaman dalam mendapatkan izin lingkungan, menyusun UKL-UPL, AMDAL dan jenis dokumen lingkungan lainnya jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Sesuai dengan Undang -Undang Republik Indonesia Nomor : 29 tahun 2009, Kawasan transmigrasi terdiri dari Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) yang mendukung pusat pertumbuhan baru dan Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT) yang mendukung pertumbuhan yang sudah ada.

Foto: Illustrasi
Secara hirarkhi kewilayahan WPT atau LPT terdiri dari SKP-SKP (Satuan Kawasan Pengembangan) dan SKP terdiri dari SP-SP (Satuan Permukiman). Sesuai hirakhi kewilayahan tersebut perencanaan permukiman dibagi dalam 3 tahap yaitu :
  • Tahap I : Rencana Kerangka Wilayah Pengembangan Transmigrasi (RKWPT) atau Rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi . (RLPT), Skala 1: 50.000
  • Tahap II : Rencana Kerangka Satuan Kawasan Pengembangan RKSKP, Skala 1 : 25.000
  • Tahap III : Rencana Tehnik Unit Permukiman Transmigrasi dan Rencana Tehnik Jalan (RTJ), Skala 1 : 10.000
Untuk mewujudkan permukiman transmigrasi yang layak idealnya tahapan perencanaannya mengikuti tahapan tersebut diatas agar dapat memacu pusat-pusat pertumbuhan yang sudah ada dan mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan baru sesuai dengan hirarkinya.

Penerapan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menyebabkan berbagai perubahan pada struktur organisasi pelaksanaan pembangunan di daerah, dimana Pusat berfungsi sebagai steering, yaitu memberikan fasilitasi dalam mekanisme pembangunan di daerah, dengan harapan kegiatan pembangunan dapat terkendali, baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten sebagai pelaksana pembangunan.

Secara umum, kegiatan penyusunan Rencana Teknis Satuan Pemukiman Transmigrasi (RTSP), untuk pengembangan pertania lahan kering, terdiri atas kegiatan sebagai berikut:

Klarifikasi Penyediaan Areal Penyediaan Areal Permukiman Transmigrasi 
  1. Jelas letak, luas dan batas fisik tanah yang digambarkan dalam peta;
  2. Bebas dari hak dan/atau peruntukkan pihak lain yang dituangkan dalam Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan Setempat;
  3. Bebas dari hak adat dan/ ulayat yang sah dan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan Hak Atas Tanah oleh masyarakat adat setempat;
  4. Diprioritaskan pada Areal Penggunaan Lain (APL), atau berada dalam kawasan hutan yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan.
  5. Penilaian Status Calon Lokasi Transmigrasi antara adalah:
  • Harus jelas (clear) yaitu dapat diketahui letak, luas, dan batas fisik serta dipetakan pada peta calon lokasi skala 1 : 50.000. dengan koordinat nasional bukan lokal (geografis dan UTM).
  • Harus bebas dari masalah, yaitu adanya dukungan dari masyarakat, areal tidak masuk dalam kawasan hutan, areal bebas dari tumpang tindih peruntukkan lain dan adanya SK Penetapan / Pencadangan dari Gubernur / Bupati / Walikota. Status hutan berada di Areal Penggunaan Lain (APL) atau ada ijin pelepasan kawasan hutan bila pada areal bukan APL.
  • Telah mendapatkan surat pernyataan tentang status hutannya dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) setempat dilengkapi dengan petanya yang juga telah disahkan oleh BPKH.
  • Status hutan daerah studi berupa hutan produksi yang dapat dikonversi atau areal penggunaan lain (APL); e. Calon lokasi berada dekat ( < 5 km) dari lokasi Permukiman Transmigrasi yang Ada (PTA), lokasi Permukiman Transmigrasi yang sudah Diserahkan (PTD), lokasi Permukiman Transmigrasi yang Baru (PTB), dengan jumlah total warga yang memenuhi lokasi PTA, PTD dan PTS mencapai 1500 - 2000 KK.
  • Seluruh lokasi PTA, PTD, PTC dan Desa sekitarnya harus dapat dipetakan pada peta dengan skala 1 : 50.000, lengkap dengan informasi prasarana dan sarana yang sudah ada di kawasan tersebut.
Beberapa Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

Pemetaan Topografi

Tujuan pemetaan topografi adalah untuk membuat peta dasar yang cukup teliti dan cukup terinci untuk jenis pengernbangan yang direncanakan. Pada pola tanaman pangan lahan kering ini diperlukan sebuah peta topografi skala 1: 10.000. Lingkup (Scope) pekerjaan Pemetaan Topografi mencakup pekerjaan (a) Survai Topografi Pengikatan dan Base Line; (b) Survai Topografi dalam jalur rintisan per 500 M, (mith band, clinometer, compas); (c) Survai topografi dalam jalur rintisan per 250 meter, setelah RTSP pendahuluan.

Survai Topografi Pengikatan dan Base Line Pengukuran disini adalah pengukuran horizontal dan vertikal dilakukan secara bersamaan dari titik kontrol nasional yang terpilih terhadap areal survai yang dimaksud. Bila di dalam atau di dekat daerah survai terdapat titik kontroi nasional (titik trianggulasi, astronomi, doppler dan sebagainya) yang koordinatnya dapat diperoleh dari Bakosurtanal, maka titik tersebut harus digunakan sebagai titik ikat pengukuran. Apabila titik yang dimaksud tidak ada, maka titik ikat pengukuran dipilih suatu titik tertentu yang dapat diidentifikasi pad a peta topografi dan mudah dicari di lapangan. Lintang dan bujur titik ikat tersebut diinterpolasi dengan seteliti mungkin dari peta topografi kemudian ditransformasi kedalam sistem koordinat UTM. Selanjutnya titik itu dipergunakan sebagai titik referensi bagi pengukuran base line dan pemetaan topografi. Titik ikat harus dipilih sedemikian rupa sehingga jarak antara titik ikat dengan titik awal proyek sebaiknya tidak lebih dari < 5 km. Untuk datum vertikal dapat dipergunakan ketinggian permukaan air laut rata-rata atau ketinggian Baromatrik atau ketinggian suatu object yang dapat diidentifikasi pada peta, topografi. Pengukuran tinggi dilakukan pada semua titik polygon. Base line dibuat sedemikian rupa, sehingga jarak maksimum antara dua base line tidak lebih dari 3 Km. Jika jarak antara base line ke tepi batas areal pengukuran kurang dari 3 km, maka cukup dibuat 1 (satu) buah base line yang dipilih sedemikian rupa, sehingga base line tersebut bisa membagi areal survai menjadi 2 bagian hampir sama besar. Jika terdapat dua base line atau lebih, maka base line yang satu harus terikat pada base line lainnya.

Survey Penelitian Tanah dan Evaluasi Kesuaian

Survai/penelitian tanah dilaksanakan dengan pemboran, deskripsi profil pewakil dan analisis laboratorium. Pemboran dilakukan sampai kedalaman 120 cm. atau sampai bahan induk. mengikuti setiap rintisan yang telah dibuat untuk survey topografi dengan kerapatan per 250 m. atau rata-rata kerapatan 1/ 12,5 Ha untuk sebuah areal survei jarak antar rintisan 500) dan 1/6,25 Ha untuk calon lahan Pekarangan/Pangan dan fasilitas umum (Rintisan / 250 m). Pengamatan pemboran dan diskripsi profil mengikuti pedoman "Soil survey manual" (Soil Survey staff, 1951, 1961) atau "Pedoman Pengamatan tanah di lapang" (Dok LPT, 1969). Pemetaan tanah/satuan lahan dilakukan pada tingkat semidetail untuk seluruh areal survai dan tingkat detail untuk calon lahan pekarangan/pangan fasilitas umum dengan klasifikasi menurut terminologi dari Pusat Penelitian Tanah (PPT, 1983) dan disebutkan padanannya menurut sistem Soil Taxonomy (USDA, 1977) dan FAO-Unesco (1985) sekurang-kurangnya dibuat 2 profil, salah satu profil pewakil diambil contoh tanah setiap lapisan/horizon untuk dianalsia di laboratorium.Peta Satuan Tanah/satuan lahan disajikan pada skala 1: 1 0.000 untuk seluruh areal survai dan skala : 5000untuk calon lahan pekarangan / pangan dan fasilitas umum berdasarkan pengamatan di lapangan dan jika ada dilengkapi hasil interpretasi foto udara. Peta tanah (Peta tanah dan kesesuaian lahan) Skala 1 : 10.000 dilengkapi dengan klasifikasi menurut 3 sistem tersebut di atas dan penilaian kesesuaian lahan untuk setiap Satuan Peta Lahan (SPL) tersebut. Peta Lahan skala 1 : 5000 dilengkapi dengan legenda satuan tanah / lahan dengan menunjukkan deskripsi (schema) yang meliputi kedalaman efektif, tekstur lapisan atas dan bawah, struktur, konsistensi, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB). Setiap titik observasi tanah baik pemboran, profil, komposit dan contoh fisik / undistrub-sample jika ada) di plotkan pada peta yang disajikan. Contoh tanah komposit untuk penilaian kesuburan diambil pada lokasi yang dicalonkan untuk pekarangan (LP) dan Lahan Usaha I (LU.I), dengan kerapatan satu contoh untuk setiap blok/kelompok lahan pekarangan atau minimal per 25 ha (50 kk) diambil dari kedalaman 0-30 cm. Sedangkan untuk Lahan Usaha II dengan kerapatan satu contoh per 50 Ha pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm.
Evaluasi Kesesuaian Lahan . Penilaian kesesuaian lahan harus dilakukan berdasarkan pnnslp sesuai seperti yang diterapkan dalam A Frame Work Lang Evaluation (FAO.1976). Kesesuaian lahan dinilai pada tingkat Sub Kelas untuk 3 type penggunaan lahan yaitu padi sawah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman tahunan

Untuk Tahapan yang Lengkap silahkan menghubungi perusahaan kami.

Perusahaan Kami Telah terbukti Berpengalaman dalam masalah penangganan dan perencanaan serta pengembangan di sub bidang Rencana Teknis Satuan Pemukiman Transmigrasi (RTSP) jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) merupakan rencanakan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) secara umum, baik sistem dengan jaringan perpipaan maupun bukan jaringan perpipaan serta menjadi pedoman bagi penyelenggara dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengembangkan SPAM di daerah masing-masing.

Foto: Illustrasi
Sedangkan tujuan penyusunan rencana induk pengembangan SPAM adalah untuk memperoleh gambaran terhadap kebutuhan air baku, kelembagaan, rencana pembiayaan, rencana jaringan pipa utama, dan rencana perlindungan terhadap air baku untuk jangka panjang. Selain itu adanya rencana induk pengembangan SPAM bertujuan untuk mendapatkan izin prinsip hak guna air oleh Pemerintah.

Ruang lingkup pedoman penyusunan rencana induk pengembangan SPAM meliputi perencanaan SPAM yang terdiri dari:
  1. Pendahuluan, meliputi ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi.
  2. Rencana Induk Pengembangan SPAM, meliputi jenis-jenis rencana induk, periode perencanaan, dan penetapan rencana induk. c. Muatan dan Pelaksana Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM, meliputi muatan, persyaratan teknis, pelaksana dan tenaga ahli penyusunan rencana induk.
  3. Tata cara Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM dan Konsultasi Publik, meliputi ketentuan umum, ketentuan teknis, tata cara penyusunan rencana induk, cara pengerjaan, dan tata cara konsultasi publik.
  4. Survei untuk Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM. 
Acuan Normatif
  • Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahanan Daerah;
  • Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;  
  • Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;  
  • Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;  
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum;  
  • SNI 03-6859-2002 tentang Metoda Pengujian Angka Rasa Dalam Air;  
  • SNI 03-6860-2002 tentang Metoda Pengujian Angka Bau dalam Air;  
  • SNI 03-2414-1991 tentang Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka;  
  • SNI 06-2412-1991 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air;  
  • SNI 19-1141-1989 tentang Cara Uji Suhu; SK SNI M-03-1989-F tentang Metode Pengujian Kualitas Fisika Air;  
  • RSNI T-01-2003 tentang Tata Cara Perencanaan Plambing.
Jenis Rencana Induk Pengembangan SPAM
Rencana induk pengembangan SPAM dapat berupa: 

  1. Rencana induk pengembangan SPAM di Dalam Satu Wilayah Administrasi Kabupaten atau Kota; Rencana induk pengembangan SPAM di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota ini mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota. 
  2. Rencana induk pengembangan SPAM Lintas Kabupaten dan/atau Kota; Rencana induk pengembangan SPAM lintas kabupaten dan/atau kota mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota dalam satu provinsi. 
  3. Rencana induk pengembangan SPAM Lintas Provinsi; Rencana induk pengembangan SPAM lintas provinsi mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota serta di dalam lebih dari satu provinsi.

Perusahaan Kami Telah terbukti Berpengalaman dalam masalah penangganan dan perencanaan serta pengembangan di sub bidang Air Bersih jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain sebagai pemenuhan aspek legal-formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen panduan/pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi: pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik, perwujudan pelindungan lingkungan, serta peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.

Foto: Illustrasi
Selain hal tersebut RTBL mempunyai manfaat untuk mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini, mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung, mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan, mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/ kawasan, menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan, menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pasca pelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil pembangunan.

Konsep kota hijau (kota berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengorbankan aset kota, melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota hijau juga dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan.

RTBL adalah sebuah produk pengaturan yang disusun diharapkan dapat mensinergikan seluruh perencanaan yang ada di suatu kawasan sehingga dapat mendukung dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kota hijau yang berkelanjutan.

RTBL adalah juga merupakan upaya konservasi kawasan berskala lingkungan dalam dokumen yang disusun sesuai Pedoman RTBL (Permen PU No. 06/PRT/M/2007). Upaya tersebut diharapkan tercapai dengan fokus pada penciptaan ide-ide kreatif sebagai target hijau kawasan yang:
  1. Menciptakan suasana kondusif dalam rangka pembangunan bangunan gedung hijau;
  2. Fokus pada desain lingkungan yang dapat menghemat penggunaan sumber daya tak terbarukan/fossil fuel; dan
  3. Pendetilan tata cara pelaksanaan di tingkat basis masyarakat untuk mencapai target sasaran ‘hijau’di wilayahnya.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana d. Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang; 
  3. Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung;
  4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup; 
  5. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah; 
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 
  8. Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 
  9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di KawasanPerkotaan; 
  10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
  11. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan 
  12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 
  13. Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan; 
  14. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan; 
  15. Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 
  16. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah Setempat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); dan 
  17. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah Setempat tentang Bangunan Gedung.
Perusahaan Kami memiliki SDM, Tenaga Ahli Profesional dan Fasilitas yang baik untuk mengerjakan paket Pekerjaan sejenis RTBL, Jika anda berminat HUBUNGI KAMI
Sadar atau tidak sadar bahwa di sekitar umat manusia tinggal d ikelilingi oleh senyawa kimia yang membuat kehidupan umat manusia lebih nyaman dan enak. Senyawa kimia diperlukan oleh clunia industri pangan, industri farmasi, industri tekstil , industri elektronik, industri pertahanan dan keamanan, industri transportasi dan keperluan rumah tangga lainnya. Seseorang duduk di rumah sudah dikelilingi oleh bahan senyawa kimia seperti TV benvarna, meja kursi aneka warna, tembok rumah dengan beraneka warna dan pembersih kaca jendela dan pintu, pembersih lantai anti mikroba patogen dan seterusnya. Senyawa kimia bermanfaat bagi kehidupan umat manusia tetapi limbah kimia khususnya senyawa kimia bahan berbahaya dan beracun (B-3) sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, temak dan ikan jika pengelolaannya tidak benar.

Kasus limbah kimia logam berat merkuri (Hg) mepcemari permukaan tanah di Jepang menyebabkan penyakit Minamata, dan beberapa air laut di teluk Indonesia juga tercemar oleh logam berat termasuk logam berat merkuri, tercemarnya air permukaan tanah di deka air terjun Niagara-USA yang disebut kasus Love Canal, tercemarnya su sapi oleh Dikhloro difenil trikhloroetana atau DDT, karena sapi memakan rumput yang tercemar oleh DDT.

Limbah kimia dihasilkan oleh hampir seluruh cabang industri modem dan di antaranya merupakan limbah kimia bahan berbahaya dan beracun (limbah kimia B-3) yang memerlukan perlakuan sangat khusus. Industn yang sangat potensi menghasilkan limbah kimia B-3 adalah indushi k:imia anorganik, industri kimia organik, industri pemurnian minyak bumi. industri besi dan baja, industri penyamakan kulit, industri cat dan pelapis. dan industri elektroplating dan juga indusu•i rumah sakit, yaitu limbah infeksius. Pada umunmya dunia industri menghasilkan produk, limba h kimia dan hasil samping. Limbah berbeda dengan hasil samping.

Gambar Sumber limbah kimia dan metode pengolahan limbah kimia

Oleh sebab itulah, limbah kimia khususnya bahan berbahaya dan beracun (limbah B-3) harus diproses secara tepat dan benar menurut prosedur dan peraturan limbah B-3. Limbah kimia B-3 perlu diketahui dari sumber limbah kimia B-3, apa jenis dan konsentrasi limbah kimia dan bagaimana metode penanganan limbah kimia B-3 dan snya. Jika limbah kimia B-3 tidak dikelola dengan baik, maka limbah kimia B-3 akan mencemari air permukaan tanah yang akan sebagai bahan baku pembuatan air minum umat manusia dan kehidupan ikan serta tanaman pangan akan terganggu . Upaya duksi hmbah kimia B-3 dan meningkatkan penanganan dan tempat pembuangan yang tepat merupakan upaya yang baik d an benar Penanganan dan manajemen senyawa kimia toksik, limbah kimia B-3 d limbah kimia radioaktif pada setiap tahap kegiatan merupakan upaya tepat termasuk tahap produksi, tahap tansportasi, tahap daur ulang, tahap perlakuan dan penyimpanan serta pembuangan limbah.

Sumber: Buku Limbah kimia dalam pencemaran udara dan lingkungan penerbit ANDI Yogyakarta, 2011