Selamat Datang di Website Resmi PT. Jasa Lingkungan Indonesia Hubungi Kami
Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) merupakan rencanakan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) secara umum, baik sistem dengan jaringan perpipaan maupun bukan jaringan perpipaan serta menjadi pedoman bagi penyelenggara dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengembangkan SPAM di daerah masing-masing.

Foto: Illustrasi
Sedangkan tujuan penyusunan rencana induk pengembangan SPAM adalah untuk memperoleh gambaran terhadap kebutuhan air baku, kelembagaan, rencana pembiayaan, rencana jaringan pipa utama, dan rencana perlindungan terhadap air baku untuk jangka panjang. Selain itu adanya rencana induk pengembangan SPAM bertujuan untuk mendapatkan izin prinsip hak guna air oleh Pemerintah.

Ruang lingkup pedoman penyusunan rencana induk pengembangan SPAM meliputi perencanaan SPAM yang terdiri dari:
  1. Pendahuluan, meliputi ruang lingkup, acuan normatif, istilah dan definisi.
  2. Rencana Induk Pengembangan SPAM, meliputi jenis-jenis rencana induk, periode perencanaan, dan penetapan rencana induk. c. Muatan dan Pelaksana Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM, meliputi muatan, persyaratan teknis, pelaksana dan tenaga ahli penyusunan rencana induk.
  3. Tata cara Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM dan Konsultasi Publik, meliputi ketentuan umum, ketentuan teknis, tata cara penyusunan rencana induk, cara pengerjaan, dan tata cara konsultasi publik.
  4. Survei untuk Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM. 
Acuan Normatif
  • Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahanan Daerah;
  • Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;  
  • Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;  
  • Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;  
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air Minum;  
  • SNI 03-6859-2002 tentang Metoda Pengujian Angka Rasa Dalam Air;  
  • SNI 03-6860-2002 tentang Metoda Pengujian Angka Bau dalam Air;  
  • SNI 03-2414-1991 tentang Metode Pengukuran Debit Sungai dan Saluran Terbuka;  
  • SNI 06-2412-1991 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air;  
  • SNI 19-1141-1989 tentang Cara Uji Suhu; SK SNI M-03-1989-F tentang Metode Pengujian Kualitas Fisika Air;  
  • RSNI T-01-2003 tentang Tata Cara Perencanaan Plambing.
Jenis Rencana Induk Pengembangan SPAM
Rencana induk pengembangan SPAM dapat berupa: 

  1. Rencana induk pengembangan SPAM di Dalam Satu Wilayah Administrasi Kabupaten atau Kota; Rencana induk pengembangan SPAM di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota ini mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam satu wilayah administrasi kabupaten atau kota. 
  2. Rencana induk pengembangan SPAM Lintas Kabupaten dan/atau Kota; Rencana induk pengembangan SPAM lintas kabupaten dan/atau kota mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota dalam satu provinsi. 
  3. Rencana induk pengembangan SPAM Lintas Provinsi; Rencana induk pengembangan SPAM lintas provinsi mencakup wilayah pelayanan air minum melalui jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan yang terdapat di dalam lebih dari satu wilayah administrasi kabupaten dan/atau kota serta di dalam lebih dari satu provinsi.

Perusahaan Kami Telah terbukti Berpengalaman dalam masalah penangganan dan perencanaan serta pengembangan di sub bidang Air Bersih jika Anda ingin menjadi rekanan kami maka HUBUNGI KAMI
Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan merupakan kegiatan yang bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain sebagai pemenuhan aspek legal-formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen panduan/pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan meliputi: pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik, perwujudan pelindungan lingkungan, serta peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.

Foto: Illustrasi
Selain hal tersebut RTBL mempunyai manfaat untuk mengarahkan jalannya pembangunan sejak dini, mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung, mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungan/kawasan, mengendalikan pertumbuhan fisik suatu lingkungan/ kawasan, menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang berkelanjutan, menjamin terpeliharanya hasil pembangunan pasca pelaksanaan, karena adanya rasa memiliki dari masyarakat terhadap semua hasil pembangunan.

Konsep kota hijau (kota berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengorbankan aset kota, melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota hijau juga dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan.

RTBL adalah sebuah produk pengaturan yang disusun diharapkan dapat mensinergikan seluruh perencanaan yang ada di suatu kawasan sehingga dapat mendukung dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kota hijau yang berkelanjutan.

RTBL adalah juga merupakan upaya konservasi kawasan berskala lingkungan dalam dokumen yang disusun sesuai Pedoman RTBL (Permen PU No. 06/PRT/M/2007). Upaya tersebut diharapkan tercapai dengan fokus pada penciptaan ide-ide kreatif sebagai target hijau kawasan yang:
  1. Menciptakan suasana kondusif dalam rangka pembangunan bangunan gedung hijau;
  2. Fokus pada desain lingkungan yang dapat menghemat penggunaan sumber daya tak terbarukan/fossil fuel; dan
  3. Pendetilan tata cara pelaksanaan di tingkat basis masyarakat untuk mencapai target sasaran ‘hijau’di wilayahnya.
Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didasarkan pada:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana d. Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang; 
  3. Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung;
  4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup; 
  5. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah; 
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
  7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 
  8. Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung; 
  9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di KawasanPerkotaan; 
  10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;
  11. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan 
  12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 
  13. Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan; 
  14. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan; 
  15. Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan; 
  16. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah Setempat tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); dan 
  17. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah Setempat tentang Bangunan Gedung.
Perusahaan Kami memiliki SDM, Tenaga Ahli Profesional dan Fasilitas yang baik untuk mengerjakan paket Pekerjaan sejenis RTBL, Jika anda berminat HUBUNGI KAMI
“Earth Day” atau yang sering kita dengar dengan sebutan hari Bumi, diperingati setiap tanggal 22 April. Pada tanggal ini lahir sebuah gerakan perubahan yang sangat peduli terhadap lingkungan di tahun 1970-an. Diprakarsai oleh seorang senator Amerika Serikat, Gaylord Nelson, saat itu ia melakukan protes secara nasional terhadap kalangan politik terkait permasalahan lingkungan yang sudah semakin mengkhawatirkan, dan diperlukan gerakan baru yang berkonsep “green” demi terjaganya keseimbangan lingkungan di Bumi.
Konsep “green” yang selalu didengungkan ini sebenarnya berawal dari kekhawatiran luar bisa dari seluruh penghuni bumi tentang kelangsungan planet ini. Apalagi dengan semakin meningkatnya rata-rata suhu di bumi hingga 2 sampai dengan 4 ° C pada tahun 2100. Efeknya sudah mulai terasa secara global, mulai dari banyaknya keanekaragaman hayati yang punah, penyebaran berbagai penyakit, cuaca yang ekstrim, hingga keanaikan permukaan air laut.

Kontribusi yang cukup besar adalah pemakaian bahan bakar fosil untuk energi, untuk pembangkit listrik, transportasi, pemanas, operasi industri. Semua kegiatan itu memberikan sumbangan terbesar dalam emisi, dan 80% dari total emisi merupakan karbondioksida, dan sayangnya semua itu merupakan variabel-variabel yang sangat bisa dikendalikan oleh kita semua.

Tahun ini, tidak ada salahnya seandainya kita juga mencoba untuk memperbaharui gerakan cinta lingkungan ini dengan memberikan ide baru yang lebih segar dan lebih “membumi” dalam mempercepat proses perbaikan lingkungan. Cara yang paling efektif antara lain adalah dengan melakukan pembelian pada produk-produk yang ramah lingkungan. Apabila tiap individu dengan sadar menggunakan produk yang ramah lingkungan, artinya telah berperan besar dalam perbaikan dan kelangsungan hidup di Bumi.

Lalu bayangkan apabila pembelian terhadap produk-produk yang ramah lingkungan tersebut dilakukan oleh Negara, bukan individu lagi. Pertanyaannya adalah sejauhmana pengadaan pemerintah dapat memberikan kontribusi besar untuk Bumi kita ? Kita tahu bahwa dari 1.047 triliun APBN kita sebesar 31,2 % di alokasikan untuk pengadaan barang/jasa. Artinya dapat dibayangkan pengaruh APBN sangat signifikan dalam membantu percepatan pelaksanaan proses perbaikan lingkungan di Indonesia.

Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan efisiensi energi, memaksimalkan efisiensi energi pada bangunan publik maupun pelaksanaan renovasi yang hemat energi. Melakukan pembeli peralatan kantor pemerintah yang hemat energi (mulai dari Personal Computer, printer,mesin foto kopi dll). Contoh lain adalah melakukan pembelian mobil yang lebih efisien untuk armada publik. Mempromosikan sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan (misalnya tenaga matahari), sehingga pengadaan kebutuhan listrik menjadi ramah lingkungan. Yang tidak kalah pentingnya adalah mengurangi polusi udara, misalnya dengan melakukan pembelian armada bus dan mobil dengan emisi rendah. Sisi lain yang harus juga dilakukan adalah hanya membeli kayu / produk kayu dari hutan tanaman industri dan meningkatkan proporsi kayu yang berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan.

Green Public Procurement
Pengadaan Publik yang ramah lingkungan (Green Public procurement/GPP) merupakan suatu prosedur dimana pertimbangan lingkungan diperhitungkan dalam proses pengadaan publik. Green Public procurement adalah pengadaan yang lebih cerdas, itu berarti meningkatkan efisiensi pengadaan publik dan pada saat yang sama menggunakan kekuatan pasar masyarakat untuk membawa manfaat bagi lingkungan baik secara lokal maupun global.

Banyak negara-negara maju telah menerapkan pengadaan dengan konsep pengadaan yang berkelanjutan, dengan sebagian besar berfokus pada pengadaan publik yang ramah lingkungan. Pendekatan ini diterima secara luas sebagai salah satu alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempromosikan produksi produk-produk yang ramah lingkungan. Indonesia sendiri sebenarnya telah melaksanakan konsep-konsep tersebut secara garis besar dalam kebijakan pembangunan nasional. Konsep-konsep dalam meningkatkan produktivitas dan manajemen lingkungan seperti minimalisasi limbah, sistem manajemen yang berbasis lingkungan, Eco-Labeling, Life Cycle Assessment, dan beberapa hal lainnya. Namun dalam sistem dan pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang sudah ada, dalam hal ini Keppres 80 Tahun 2003 belum secara jelas menyatakan bahwa dalam pengadaan barang/jasa diharapkan lebih memberikan perhatian terhadap lingkungan. Prakarsa Green Procurement dimulai sejak awal tahun 2004, tetapi masih pada tahap “introduction” dan hingga saat ini belum ada aturan yang memberikan ruang besar untuk berkembangnya konsep “green” di Indonesia.

Lalu kenapa Indonesia harus menerapkan Pengadaan publik yang ramah lingkungan ? ada beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan sangat kuat, Orientasi pada lingkungan masa depan yang lebih baik terutama untuk anak cucu, Menangani tujuan-tujuan kebijakan lokal, penggagas untuk inovasi baru, popular (international best practice), dan yang paling penting adalah pengadaan publik yang berwawasan lingkungan sangat mungkin dilakukan.
Kita semua sepakat bahwa, Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah salah satu katalis terbesar yang dapat menunjang pelaksanaan pengadaan yang berwawasan lingkungan. Untuk itu, dalam melakukan setiap kegiatan yang terkait dengan pengadaan, setiap Pengguna Anggaran (PA) selayaknya melakukan beberapa persiapan yang terkait lingkungan, salah satu persyaratan yang seharusnya menjadi perhatian pejabat yang bersangkutan adalah green public procurement.

Peran LKPP
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) merupakan salah satu lembaga yang mempunyai pengaruh penting dalam perkembangan pengadaan barang/jasa pemerintah. Lembaga inilah yang menjadi salah satu pendorong dalam pelaksanaan green public procurement di Indonesia. Menjadi menarik setelah mengikuti pembahasan mengenai perubahan Keppres 80 tahun 2003. Sudah menjadi “international best practice” di dunia saat ini, bahwa green public procurement adalah suatu keniscayaan yang harus dilaksanakan, tentu dengan mengatasnamakan juga perkembangan umat manusia. Dari Draft Final Perpres pengganti kepres 80 tahun 2003, konsep green public procurement telah masuk didalam salah satu pasalnya, tentunya dengan beberapa penyesuaian.

Didalam pasal 103 Draft final Perpres tentang pengadaan barang/Jasa pemerintah disebutkan bahwa : “(1) Konsep Ramah Lingkungan merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan Barang/Jasa Kementrian/Lembaga/Daerah/Instansi sehingga keseluruhan tahapan proses pengadaan tidak hanya memberikan manfaat untuk K/L/D/I tetapi juga untuk masyarakat dan perekonomian dengan meminimalkan dampak kerusakan lingkungan. (2) Konsep Pengadaan Ramah Lingkungan dapat diterapkan ke dalam Dokumen Pemilihan berupa persyaratan-persyaratan tertentu yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik pekerjaan.” Dengan adanya pasal, sudah terdapat payung hukum yang jelas dalam pelaksanaan green public procurement di Indonesia.
Di “Hari Bumi” ini, mari kita buat lompatan besar dalam penerapan pengadaan barang publik yang selalu berwawasan lingkungan demi kehidupan di Bumi yang lebih baik.

Oleh : Hermawan, SE. MM, Kasubdit Iklim Usaha, Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Sumber: http://www.lkpp.go.id/